Kisah Gunung Dempo

Kawah hijau toska di Gunung Dempo saat musim penghujan.

Kawah  warna abu-abu di Gunung Dempo saat musim kemarau tiba.

Gunung Dempo dilihat dari kakinya; perkebunan teh PTPN VII.

Pendaki yang sedang istirahat setelah kelelahan merayapi tanjakan menuju puncak gunung.

Tanaman yang sering disebut tumbuhan jenggot di hutan lumut dekat puncakan Gunung Dempo.

Dua orang pendaki yang sedang memasak makan pagi di lembah Gunung Dempo.

Potret pendaki lokal dari Pagar Alam yang membawa parang khas; kuduk dan menebang pohon cantigi.

Pendaki menikmati segarnya air di lembah Gunung Dempo.

Suasana di titik tertinggi Provinsi Sumatera Selatan; Puncak Gunung Dempo.

Pendaki wanita yang usai mencoret batu dengan spidol di Puncak Dempo.

Seorang pendaki melintasi puncakan Merapi Dempo dikala pagi.

Suasana pagi di puncak Gunung Dempo yang mengarah ke kota Pagar Alam.

Terletak di Pagar Alam, membuat Gunung Dempo seperti dipagari oleh bentang alam berupa jajaran Bukit Barisan. Dulu gunung ini sepi didaki, kini makin hari makin ramai. Apalagi jika ada hari libur nasional, seperti HUT RI pada tanggal 17 Agustus; gunung ini diserbu pendaki. Akibatnya sampah akan turut menggunung di gunung ini. Disebabkan banyak ‘pencinta alam’ yang belum memahami hakikat cinta alam yang sejati. Dempo mulai populer dikalangan para pendaki. Nikmatnya tanjakan dan turunan di jalurnya akan dikenang pendakinya. Kaki dan tangan mesti bekerja sama menapaki rute pendakian. Sebagai gunung tertinggi di Provinsi Sumatera Selatan, keindahan panorama kawasan kawahnya patut diburu. Air kawah akan berwarna hijau toska hingga warna biru jika musim penghujan, warna abu-abu dikala musim kemarau. Pantaslah untuk membayar lelah tujuh jam waktu standar pendakian dari pintu rimba, jalur melewati kampung 4.

Leave a comment