Tour de Singkarak, Perpaduan Olah Raga dan Wisata

Kamera: Fuji FinePix S5700 S700

Anda ingin menikmati Sumatera Barat secara lengkap? Datanglah ketika acara Tour de Singkarak (TDS) berlangsung. Anda akan disuguhi keindahan alam, budaya, kuliner dan berbagai keunikan Sumatera Barat sambil menyaksikan olah raga yang ramah lingkungan; balap sepeda bertaraf internasional. Waw, ini suatu sajian yang spektakuler!.

Sejak kecil saya sudah kagum dengan provinsi ini. Dulu saya menyaksikannya di film yang bersetting disana; Siti Nurbaya dan Sengsara Membawa Nikmat yang diputar di satu-satunya televisi yang ada saat itu. Bona, panggilan akrab Hasan Tribuana cukup lama bermukim di Kota Padang untuk mengambil gelar strata satunya. Selain kuliah ia juga aktif dalam dunia fotografi. Salah satu hobi saya yang akhirnya mempertemukan kami di Kota Palembang, tempat kelahiran kami berdua. Saya menyetujui ajakan Bona untuk bertandang ke Sumatera Barat saat TDS 2010, 1 – 6 Juni 2010 . Karena selain lomba balap sepeda, pada event ini diadakan juga kompetisi fotografi. Disana kami bergabung dengan teman-teman dari komunitas fotografi The Patiakers dimana Bona merupakan salah satu pendirinya. Selain berburu (hunting) foto bersama, disana saya juga mendapatkan tumpangan kendaraan saat memotret, rumah untuk bermalam dan masih banyak lagi. Salah satu kebersamaan serta keramahan orang Indonesia yang masih bisa dirasakan di era globalisasi saat ini walaupun saya baru pertama kali berjumpa dengan mereka.

Babak 1: Padang Team Time Trial

Bona bercerita mengenang gedung-gedung yang telah hancur akibat gempa di Padang tahun 2009, beberapa bulan setelah ia meninggalkan kota ini untuk pulang ke kampung halaman di Palembang. Tak lama setelah kami memarkirkan sepeda motor, hujan turun dengan derasnya sebelum upacara pembukaan akan dimulai. Para penonton, tamu undangan, peserta dan panitia acara berlarian menuju tempat berteduh yang ada di Taman Budaya. Walau sudah menunggu cukup lama, hujan masih juga belum reda. Akhirnya upacara pembukaan dilangsungkan diiringi guyuran air dari langit. Penari piring tetap ceria dengan gerakan  lincahnya diatas lantai yang basah. Remaja yang mengenakan pakaian adat Sumatera Barat mengiringi disekitar penari. Beduk ditabuh oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, juga Menteri Pemuda dan Olahraga, Andi Malarangeng, tanda dimulainya Tour de Singkarak 2010.

Para pembalap terdiri atas 22 tim yang mewakili 16 negara melakukan Team Time Trail sepanjang 15.8 kilometer mengelilingi banyak ruas jalan di Kota Padang. Dengan titik start dan finish; Pantai Padang. Beratapkan payung, warga antusias menyaksikan rangkaian acara, anak-anak juga tetap gembira walau rambut dan pakaiannya basah. Beberapa pembalap jatuh terpeleset dari garis start karena lantai yang licin oleh air hujan. Menjelang sore para atlet telah memasuki garis finish. Acara pun ditutup dengan pengumuman pemenang tahap pertama ini dan pembagian hadiah. Saya bergabung dengan teman-teman yang sedang makan sambil mengobrol diwarung yang letaknya disamping Pantai Padang. Perbincangan semakin meriah ketika kami pindah kewarung sebelah, tempat Makarios Sukoco seorang fotografer profesional yang juga salah satu juri lomba foto Tour de Singkarak 2010 sedang bersantai. Hujan masih datang silih berganti hingga malam hari, sesaat hujan kemudian reda kembali. Badanku akhirnya menggigil kedinginan tanda masuk angin. Getaran ditubuh ini semakin menjadi kerena tambahan ’bonus’ hembusan angin dari Samudera Hindia yang berbatasan langsung dengan pantai ini.

Babak 2: Padang – Pariaman – Muko-muko

Keesokan harinya, dirumah Uda (panggilan kakak dalam bahasa Padang) Sonnie yang kami tumpangi, rencana untuk memotret tahap kedua balap sepeda di Kota Pariaman kami batalkan. Rupanya Bona juga tidak enak badan akibat keadaan kemarin. Pentas Tabuik terlewatkan, tapi ini pilihan yang tepat dari pada kami mengambil resiko dari mengendarai sepeda motor ketika tubuh tidak fit demi mengabadikan moment itu.

Babak 3: Muko-muko – Bukit Tinggi

          Tahap tiga Tour de Singkarak 2010 dimulai dari Mukomuko dan diakhiri di ikon wisata Kota Bukit Tinggi; Jam Gadang. Para atlet melewati Danau Maninjau juga menempuh tanjakan curam penuh kelokan di Kelok Dua Puluh Dua dan Kelok Empat Puluh Empat. Diteras rumah Uda Ar, malam hari sebelumnya teman-teman Patiakers rapat bersama membahas rencana memotret tahapan balap ini. Komunitas Fotografi dari Kota Payakumbuh; Payakumbuh Shutter juga bergabung. Rombongan hunting foto dibagi menjadi dua. Satu memotret ke Kelok Empat Puluh Empat, yang lainnya ke Jam Gadang, Kota Bukit Tinggi yang merupakan garis finishnya. Saya memilih bergabung dengan kelompok kedua.

Titik finish di Jam Gadang sudah dipenuhi oleh banyak orang pagi itu. Karena para pembalap masih cukup lama tiba disini dan perut kami belum diisi, kami memutuskan makan pagi diwarung yang ada di dalam Pasar Atas Pasar Bawah. Saya tertantang untuk mencicipi ampiang dadiah. Ampiang ialah emping yang terbuat dari beras ketan yang telah dipipihkan sedangkan dadiah adalah perahan susu kerbau yang dimasukkan kedalam bambu hijau yang masih segar lalu ditutup dengan daun pisang yang selanjutnya didiamkan selama satu atau dua hari hingga menjadi gumpalan. Warnanya putih seperti krim tetapi lebih padat. Disajikan dengan tambahan santan dan cairan gula merah. Sewaktu saya menyantapnya; ”Rasanya sedikit asam tapi gurih. Onde mande, rancak bana!”.

Banyak penonton berteriak histeris saat para peserta balap memasuki garis akhir lomba tahap ini. Atlet-atlet beristirahat, beberapa diantaranya diberikan perawatan ringan oleh petugas kesehatan karena terjatuh dilintasan. Warga asyik melihat sepeda para pembalap yang tengah terparkir. Tak lama berselang panitia mengumumkan jawara dihari ketiga ini. Tari payung kreasi moderen yang berkoloborasi dengan tarian tradisional khas Sumatera Barat menutup acara. Penonton pun berkerumun mengelilingi  atraksi kesenian yang diiringi pukulan beduk oleh sekelompok anak-anak. Kami, para pemburu foto acara ini juga menyempatkan diri berfoto bersama dipanggung acara dengan latar belakang Jam Gadang sebelum membubarkan diri ketika matahari bersinar dengan teriknya.

Babak 4: Padang Panjang – Sawah Lunto

Malam hari setibanya di Padang Panjang, cukup lama kami terkurung didalam mobil karena hujan deras mengguyur diluar sana. Begitu pun saat kaki melangkah keluar mobil, rintikan air masih saja turun di Minang Fantasi (Mifan) WaterPark tempat kami akan menyaksikan pertunjukan budaya dan kesenian. Bukan hanya warga negara asing yang menjadi peserta juga panitia Tour de Singkarak 2010 yang kagum pada suguhan Tari Piring diatas panggung. Saya juga bersemangat menyaksikannya, payung yang ada didalam tas saya keluarkan agar hujan tidak menghalangi saya untuk maju mendekat kepanggung. Pentas Tari Piring ini begitu lengkap dibandingkan dengan yang saya saksikan diacara pernikahan beradat Sumatera Barat yang berlangsung di Palembang. Beberapa penonton merinding ketika kaki-kaki para penari menginjak tumpukan beling lalu melompat untuk mendarat dipecahan botol dan piring itu.

Babak keempat Tour de Singkarak 2010 dengan rute Padang Panjang menuju ke Sawah Lunto sepanjang 88.2 kilometer saya abadikan dengan kamera saya dari atas jembatan kereta api yang ada di dekat Danau Singkarak. Cukup lama saya menunggu jalanan dibawah saya dilalui para pembalap. Tetapi hanya beberapa detik saja mereka melibas jalur aspal yang dibeberapa bagian jalan ada lobang kecil. Sedikit atlet yang berada di bagian depan atau belakang rombongan, tapi di bagian tengahnya bagaikan sekumpulan lebah yang terbang beriringan. “Wusss….!” Begitu kira-kira bunyi tunggangan yang mereka gowes secara maksimal secepat yang mereka mampu diajang resmi dari International Cycling Union yang berhadiah total uang sebesar sekitar US $60.000 dan memiliki rating tinggi: 2,2 poin.

Babak 5: Sawah Lunto – Batu Sangkar

Saya beserta teman-teman dari The Patiakers menggunakan dua mobil dan beberapa diantaranya bersepeda motor. Kembali kami melewati jalur perbukitan yang menjadi kontur Sumatera Barat, kekaguman pada alamnya kembali hadir dalam benak ku. Penonton telah memenuhi jalan diluar pagar Istana Baso Pagaruyung. Begitu juga dengan para fotografer. Jika di Jam Gadang, Kota Bukit Tinggi ada fotografer yang memotret dari atap sebuah toko, disini ada yang memanjat pohon demi mendapatkan sudut pandang yang menarik.

Seorang jurnalis asing memakai sarung sebelum memasuki Istana Baso Pagaruyung

Para pembalap yang baru saja menjajal rute berjarak 102,4 kilometer disambut dengan suaraaneka tetabuhan digaris finish ini. Seperti biasa, acara selanjutnya ialah pengumuman pemenang etape ini lalu dihibur dengan berbagai tarian juga atraksi kesenian khas provinsi Sumatera Barat. Tapi ada satu acara yang berbeda dibanding dengan beberapa tempat yang telah dilalui beberapa hari sebelumnya. Acara itu adalah makan siang bersama di dalam Istana Baso Pagaruyung. Sebelum memasuki istana yang masih dalam tahap renovasi akibat kebakaran, para pembalap yang masih menggunakan kostum balap berupa celana pendek diharuskan memakai sarung. Lucu juga melihat atlet dari luar negeri yang dinegaranya tidak memiliki budaya memakai sarung. Wajahnya tampak cukup bingung lalu diselingi dengan senyuman saat kain itu dililitkan oleh panitia yang bertugas di bawah tangga pintu masuk istana.

Makan siang di dalam istana

Hidangan khas Sumatera Barat yang telah mendunia menjadi pengganti energi yang telah mereka gunakan selama sekitar tiga jam bersepeda dari kota Sawah Lunto menuju tempat ini. Warga yang berdatangan ke halaman istana banyak yang meminta berfoto bersama pembalap dari manca negara dengan kamera saku atau pun kamera ditelepon genggamnya. Saya mengira kami akan langsung pulang setelah acara disini usai. Tetapi saya mendapatkan sebuah kejutan; ”Ada acara Pacu Jawi, kita akan memotretnya.” tutur Bona. Pacu Jawi atau balap sapi memang menarik dan berbeda dengan karapan sapi di Pulau Madura yang berlokasi ditanah kering. Disini sawah berlumpur dijadikan arena adu cepat oleh para joki yang mengendalikan lari jawi di depannya diiringi alunan suara Talempong yang dimainkan oleh sekelompok warga tak jauh dari arena pacuan. Kami beberapa kali lari menghindar saat sapi bergerak mendekat ke posisi kami memotret yang berhadapan langsung dengan rute Pacu Jawi. Disesi kelima tur balap sepeda inilah saya merasa paling puas, karena begitu banyak pesona Sumatera Barat yang saya dapatkan.

Warga berfoto bersama pembalap TDS

Babak 6: Bukit Tinggi – Solok

Kami menginap dirumah Ervan Nanggalo yang posisinya tak jauh dari salah satu sisi danau Singkarak di daerah Ombilin. Warga disini memanfaatkan airnya untuk berbagai keperluan salah satunya untuk mandi. Begitupun saya dan beberapa rekan lainnya, kami berendam sambil sesekali bercanda ditemani oleh ikan-ikan bilih yang sedang mencari makan dipinggiran danau diantara sampah plastik yang tergenang. Mystacoleuseus Padangensis adalah nama latin dari ikan bilih yang memiliki bentuk badan yang lonjong dan pipih, ukurannya tak begitu besar dibanding ikan teri. Menu istimewa jamuan makan di rumah Ervan pun diisi oleh ikan ini, ada yang digoreng ada juga berupa gulai berkuah, semuanya tetap terasa gurih dan lezat. Ikan bilih yang telah digoreng atau diasapi banyak dijual di pasar Ombilin.

Dihari terakhir Tour de Singkarak 2010 saya memutuskan untuk menumpang sepeda motor yang dikendarai oleh Pulsar Nebula pada pagi itu.  Selang beberapa menit kami melaju, sebuah lokasi menarik minat kami untuk berhenti dan menjadikannya  sebagai tempat memotret. Para pembalap masih cukup lama lewat disini. Karena itu saya dan Bula bergabung bersama Ervan serta Uda Nofrin untuk menyantap mie instan dikedai yang letaknya persis dipinggir danau Singkarak. Event ini cukup meningkatkan pendapatan para pedagang yang tempat usahanya bersinggungan dengan rute balapan.

Penjual oleh-oleh khas Sumatera Barat

Memotret dilokasi ini memang pas. Danau Singkarak yang dipagari perbukitan menjadi latar belakang dari jalan aspal yang akan dilalui para pembalap. Ditambah lagi ada kereta api yang sengaja diparkir diatas relnya disini. Sebab itulah banyak fotografer yang bersiaga mengabadikan momentum ini dengan memilih sudut pandang yang masing-masing mereka jagokan. Bahkan ada beberapa orang yang menaiki bukit dibelakang kami agar mendapat foto yang berbeda dengan yang lainnya. Suara sirine dari kendaraan pengawal sudah terdengar, tanda bahwa sebentar lagi pembalap-pembalap itu akan mengisi bingkai didalam kamera yang telah siap kami operasikan. Seperti yang sudah-sudah, hanya beberapa detik saja mereka melewati jalan yang ada di hadapan kami, sedikit diantaranya yang tertinggal di belakang. Tiba-tiba seorang atlet menghentikan laju tunggangannya dihadapan saya, lalu diikuti oleh sebuah mobil panitia lomba. Oh, ternyata ia mengganti ban depan sepedanya.

Ganti ban depan sepeda saat balapan berlangsung

Kembali saya duduk di jok sepeda motor yang di kemudikan oleh Bula. Kami bergerak menuju lokasi perburuan foto teman-teman The Patiakers lainnya didepan salah satunya di Tiang Tujuh. Tapi mereka sudah tidak ada lagi disana. Setelah berkeliling kami memutuskan untuk berhenti dan memotret di Saniangbaka. Bentang alam disini sungguh menawan, hamparan sawah dan pepohonan menjadi latar depan dari keanggunan danau Singkarak beserta perbukitannya. Ada beberapa fotografer yang memotret disekitar kami, panasnya sinar mentari siang ini bukan masalah. Detik-detik menegangkan berburu moment kumpulan pembalap yang melintas dihadapan kami kembali terulang. Para atlet itu menguras tenaga untuk mencapai titik finish setelah bersepeda dari kota Bukit Tinggi lalu mengelilingi danau Singkarak ditahap akhir Tour de Singkarak 2010 ini. Tak lama berselang, Bula mengajak saya ke dermaga danau Singkarak untuk menyaksikan acara penutupan TDS 2010 juga bergabung dengan rekan-rekan The Patiakers yang telah tiba lebih dahulu. Warga ramai berdatangan, ada yang berfoto bersama para atlet, ada juga yang mengamati sepeda balap yang baru saja digunakan sambil sesekali menyentuh dengan tangannya. Lagu Bareh Solok didendangkan, para penari lemah gemulai memamerkan keterampilannya mengolah gerak yang dipadu dengan megahnya pakaian adat Sumatera Barat yang dikenakan. Setelah kata sambutan dari panitia dan para pejabat, pengumuman yang dinanti-nanti mulai dibacakan. Tim dari Iran yang menjuarai pada beberapa etape sebelumnya kembali berjaya dan dinobatkan sebagai pemenang TDS 2010 yang memiliki total jarak tempuh 551,7 kilometer selama enam tahapan.

Suasana saat pengumuman pemenang dan pembagian hadiah

Leave a comment